Perempuan, Petani dan Keteladanan

Berkaca sejarah, tumbuh dan bangkitnya nasionalisme sebenarnya rasa kesadaran atas kebersamaan. Di era kolonial kisah heroik mulai tertancam pada 20 Oktober 1908, yang menghidupkan Boedi Oetomo sebagai pilar utama gerakan nasionalisme pertama. Menjadi penting, lantaran semangat persatuan dibangun dari keberagaman.

Masa pun berganti. Tak ada lagi penjajah, kompeni dari luar bangsa Indonesia. Yang ada dan terus berkembang ialah benalu dari dalam tubuh kalangan anak negeri sendiri. Ricuh kepentingan, golongan hinga SARA menjadi biduk yang dimainkan dalam menggergaji nilai persatuan. Filosofi sebagai “Kita” pun seakan sirna berubah menjadi “kami”.

Lihat betapa menterengnya kalangan pejabat gegap gempita dengan mempertontonkan kekuatan. Para selebritis atau sosialita yang kebanyakan hedon sekaligus acuh tehadap masalah demokrasi atau berbau politis. Pun setali tiga uang dengan pengusaha yang rakus menguras sumber daya sekaligus manusia demi menggapai ‘banda’ berlipat-lipat.
Yang terus menahan pilu, tentu kalangan proletar. Misalnya petani sebagai profesi paling banyak di negeri ini. Terus saja menahan himpitan kekuasaan, keuntungan, dan rayuan hedonisme. Biaya produksi menjadi begitu mahal, sementara hasil produksi hingga pada tahap makelar atau distributor harganya dicekik. Apalagi, lahan pertanian sudah disulap menjadi gedung pencakar langit atau berbau industri.

Karena itu, majalah Inventori memilih keberpihakan pemerintah kepada nasib petani dalam perayaan Kebangkitan Nasional tahun ini. Seperti sudah hampir bosan memang, menggaungkannya tanpa ada respon atau ekses yang berarti. Karena, memang keberpihakan masih kepada orang berduit, bukan rakyat kecil yang jumlahnya paling banyak.

Inventori juga menampilkan pemikiran, tokoh serta kinerja perempuan berprestasi. Lima orang dipilih diharapkan menularkan keteladanan, lepas dari sisi minus yang tentu dipunya sebagai manusia. Perempuan dipilih karena perayaan “Kartini” baru berlalu, serta kebangkitan nasional dimulai dari lingkup terkecil, yakni keluarga. Perempuan sebagai ibu punya peran besar membangun bangsa dengan menanamkan semangat nasionalisme kepada anak-anaknya.

Baca Juga :   Warga Antusias Ikut Nobar Danramil 01/Menteng