Potret Dampak Pandemi Covid-19 tehadap Perekonomian Nusantara

Gejolak ekonomi akibat Covid-19 menjadi momen yang bersejarah karena berdampak pada pengelolaan keuangan negara hingga dilakukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebanyak dua kali. Upaya pemulihan ekonomi nasional.APBN mengalami tekanan seiring dengan belanja pemerintah yang tinggi di tengah pendapatan yang menurun. Hal ini turut memperlebar defisit APBN 2020 menjadi 6,38% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Pemerintah mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 hanya sebesar 2,97%. Angka ini menjadi yang terendah sejak 2001.

Merujuk data BPS, persentase penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56 persen poin terhadap September 2019 dan meningkat 0,37 persen poin terhadap Maret 2019.

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019.

Tabel 1 Tren Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sumber: BPS

Tabel : Tren PDB Bruto dan Dampak Pandemi Covid-19

Dampak pandemi Covid-19/Sumber: BPS

Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam pun mengatakan, Indonesia sudah berada pada ambang resesi ekonomi akibat pandemi. CORE memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2020 akan berada di kisaran minus 5%. Setelah itu, pertumbuhan ekonomi triwulan III 2020 sebesar minus 3-4% dan triwulan IV minus 1-2%.

Sektor yang paling rendah pertumbuhannya di kuartal I-2020 adalah sektor pertanian. Sebab sektor tersebut hanya tumbuh 0,02%. Padahal tahun lalu dalam periode yang sama, pencapaian sektor pertanian tumbuh hingga 1,82%. Penurunan ini karena adanya kontraksi pada sub sektor tanaman pangan dan cuaca ekstrem pada awal tahun 2020.

Guyuran stimulus fiskal, yang tentunya juga memiliki banyak keterbatasan baik dari segi sumber maupun instrumen yang bisa diambil. Suntikan stimulus sebesar Rp.405,1 triliun yang diberikan pemerintah memberikan dampak yang kurang signifikan untuk menahan laju penurunan pertumbuhan. Dari perkembangan terakhir, pemerintah berencana menambah stimulus fiskal pemulihan dari Rp.405,1 triliun menjadi Rp.677,2 triliun, dengan menambah alokasi bagi masingmasing pos yang ada serta tambahan pos baru bagi dana talangan UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) dan BUMN (badan usaha milik negara).

Baca Juga :   Ini Dana Desa Yang Sudah Tersalurkan

Akan tetapi, bila instrumen dan basis pendataan yang diterapkan masih sama dan cenderung tidak tepat sasaran sebagaimana yang terbukti di beberapa daerah, maka ketidakefektifan dari tambahan stimulus ini juga hampir akan terjadi kembali.

Sektor pariwisata pun nyaris tumbang. Hingga April 2020, Industri pariwisata diklaim menanggung kerugian setidaknya US$1,5 miliar atau setara Rp21 triliun sejak Januari 2020 akibat pandemi Covid-19. Angka tersebut terdiri dari risiko kerugian akibat kehilangan pendapatan dari turis China senilai US$1,1 miliar dan sisanya US$400 juta dengan nilai kerugian dari wisatawan asal negara lain.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menyebut, sejak pandemi tersebut merebak, tingkat hunian kamar hotel atau okupansi hotel klasifikasi bintang rata-rata hanya menembus 49,2 persen.

Berdasarkan data BPS, jumlah Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman selama Januari–Mei 2020 mencapai 2,93 juta kunjungan atau turun 53,36 persen. Jumlah penumpang angkutan udara domestik Mei 2020 turun 89,62 persen. Akumulasi penumpang angkutan udara internasional Mei 2020 turun 55,00 persendibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Bali sebagai daerah yang bertopang kepada industri pariwisata pun akhirnya babak belur. Pertumbuhan perekonomian Bali pada triwulan I 2020 mengalami kontraksi sebesar -1,14 persen (yoy). Makin menyedihkan, pada triwulan II pertumbuhan di Bali tercatat-6%. Ini adalah angka terkecil sepanjang sejarah. Dan diprediksi pertumbuhan ekonomi di Bali hingga akhir 2020 diperkirakan masih akan mengalami kontraksi, di bawah 0 persen.

Pemerinttah sendiri sedang melakukan stimulus menggenjot kunjungan wisata lokal dengan menunjuk tujuh destinasi wisata pilihan bagi kemterian/lembaga negara. Surat edaran terkait kebijakan ini dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi pada 6 Juli 2020.

Ketujuh destinasi tersebut, yaitu: Banyuwangi, Bali, Borobudur, Danau Toba, Kepulauan Riau, Labuan Bajo, dan Mandalika. Adapun pelaksanaan rapat ini dimulai pada akhir Juli hingga November 2020. Akankah hal ini bisa menggeliatkan perekonomian, khususnya sektor pariwisata? (Redaksi)

Baca Juga :   Gubernur Sulut Yakin Wilayah Perbatasan Perlu Sentuhan Pembangunan Telekomunikasi