” Tak Mungkin Semua Harus Persetujuan Debitor”

Wawancara Jasmalin James Purba AKPI, Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI)

james purba

INVENTORI.CO.ID – Di tengah lesunya perekonomian global serta nasional, ada peran profesi yang mendapat berkah. Salah satunya, profesi kurator atau advokat yang memiliki spesialisasi bidang kepailitan. Sebab banyak perusahaan mulai rontok, mengalami kebangkrutan. Tentunya membuka peluang besar bidang ini.

Profesi kurator sendiri sebagai salah satu buah dari profesi advokat bidang perusahaan atau coorporate. Lantaran perkara kepailitan dinilai terlalu berat, maka profesi kurator maupun pengurus perkara kepailitan belum banyak diminati. Ketua Umum APKI, Jasmalin James Purba pun menyanggah anggapan kalau advokat dengan spesialisasi bidang kepailitan terlampau berat. Ia merasa hanya perlu mendalami pengetahuan soal dunia kurator dan kepailitan. Sehingga perlu memahami produk hukumnya seperti UU Kepailitan dan aturan-aturan terkait dengan implikasi putusan pailit, seperti soal tenaga kerja, pajak, dan hak jaminan kebendaan.

Lalu mengikuti petunjuk Peraturan Menteri Hukum dan Ham No. 18 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus, yakni pengalaman kerja tiga tahun di kantor advokat yang dimanfaat guna menangani perkara kepailitan. “Lalu kuasai kemampuan pendukung seperi bahasa asing, terutama bahasa Inggris karena perkara kepailitan sering berhubungan dengan kreditur asing,” sebutnya. “Terkahir perlu integritas. Selalu bersikap jujur dan profesional sesuai dengan kode etik dan standar profesi yang ada sebagai modal penting menjadi kurator,” James menambahkan.

Namun bidang kepailitan juga menuai beragam kontroversi. Salah satunya keputusan pailit bagi PT Andalan Artha Advisido (AAA) Sekuritas yang tersandung berbagai masalah finansial pada 29 Juni 2015 lalu. Hanya saja ini perdebatan lantaran permohonan pailit diajukan oleh kedua nasabah AAA Sekuritas; Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah yang punya tagihan sebesar Rp 24 miliar. Di mana, tagihan tersebut dari perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya dan AAA Sekuritas untuk melakukan transaksi Repurchasement Agreement (Repo).

Menariknya dalam permohonan kepailitan AAA Sekuritas ini, belum ada keterlibatan OJK sebagai lembaga tertinggi yang mengawasi bidang usaha sistem perbankan dan keuangan di Indonesia. Bagaimana bisa suatu perusahaan sekuritas dimohonkan pailit oleh para nasabahnya? Lalu apa peran dan fungsi OJK selaku pengawas?

Di sisi lain, peran kurator juga mendapat sandungan. Mulai dari keputusan Mahkamah Agung (MA) yang  mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) sehingga terbebas dari gugatan kepailitan dan bebas dari kewajiban membayar fee kurator senilai Rp 146 miliar. Profesi kurator dengan perannya yang melakukan tugas tak perlu mengantongi persetujuan debitor pun dipermasalahkan. Akibatnya, payung hukum profesi ini mendapat gugatan uji materi di MK. Menanggapi hal tersebut simak petikan wawancara Inventori dengan orang nomor satu di asosiasi kurator dalam negeri, APKI:

Saat ini ada sidang judicial review atau uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait peran kurator, khususnya dalam pasal pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan. Bagaimana tanggapan APKI soal ini?

Baca Juga :   Perempuan, Petani dan Keteladanan

Ya, memang  pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan tedaftar dalam register perkara No. 50/PUU-XIII/2015 di MK. Saat ini masih dalam tahap pemeriksaaan majelis Hakim Konstitusi, atau dengan kata lain permohonan tersebut belum ada Putusan.

Sudah ada pendapat AKPI yang disampaikan oleh Sekjen AKPI Imran Nating pada sidang MK. Intinya adalah APKI memandang dalil uji materi Pasal 69 ayat (2) huruf a UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) keliru. Sebab, tanpa ketentuan ini, dapat dipastikan kurator tidak akan pernah mampu bekerja untuk mengurus dan membereskan harta pailit. Menurut UU Kepailitan debitor pailit demi hukum kehilangan kewenangan untuk mengurus harta pailit sejak dia dinyatakan pailit.

Kewenangan Kurator akan menjadi sia-sia jika ada keharusan terlebih dahulu memperoleh persetujuan debitor pailit untuk setiap tindakan pengurusan dan pemberesan. Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan menyebutkan: “Dalam melaksanakan tugasnya, kurator: (a) tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ debitor.

Nah, dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit, dalam UU Kepailitan telah memberi kekhususan. Pertama, putusan pernyataan pailit serta merta harus dijalankan, sekalipun diajukan kasasi atau peninjauan kembali (PK). Kedua, tindakan Kurator dianggap sah sekalipun putusan pailit dibatalkan di tingkat kasasi/PK.

Jadi, dalam kepailitan tidak mungkin setiap tindakan kurator harus mendapat persetujuan debitor pailit. Sebab, debitor pailit sudah tidak lagi berwenang menguasai dan mengurus hartanya sehingga konsekuensi tidak harus debitor pailit. Bagaimana seandainya debitur sengaja tidak mau memberikan persetujuannya untuk tindakanitindakan kurator? Bisa di pastikan proses kepailitan tidak bisa berjalan, atau bagaimana kalau debitur pailitnya sudah melarikan diri? Tentu persetujaunnya sangat tidak mungkin di dapat.

Menurut AKPI, Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan sudah tepat, sesuai dengan ‘roh’ UU Kepailitan. Dimana kepailitan adalah sita umum atas seluruh harta debitor pailit dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Soal kewenangan yang tidak mewajibkan kurator mendapat persetujuan kepada debitor. Kenapa bisa begitu dan apa landasannya?

Ya, karena memang sesuai dengan bunyi pasal 69 ayat (2) UU Kepailitan.

Kenapa bisa begitu?

Sesuai UU Kepailitan, bahwa kepailitan itu merupakan sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesan harta pailit dilakukan kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Dengan begitu, akibat putusan pailit, debitor demi hukum kehilangan haknya menguasai dan mengurus kekayaannya termasuk harta pailit.

Jadi, dalam kepailitan tidak mungkin setiap tindakan kurator harus mendapat persetujuan debitor pailit. Sebab, debitor pailit sudah tidak lagi berwenang menguasai dan mengurus hartanya sehingga konsekwensi tidak harus debitor pailit.

Bagaimana seandainya debitur sengaja tidak mau memberikan persetujuannya untuk tindakan-tindakan kurator? Bisa di pastikan proses kepailitan tidak bisa berjalan. Atau, bagaimana kalau debitur pailitnya sudah melarikan diri? Tentu persetujaunnya sangat tidak mungkin di dapat.  Terkait hal ini, merupakan perintah dari UU Kepailitan dan landasannya adalah ketentuan Pasal 1 ayat (1) Jo. Pasal 24 Jo. Pasal 69 UU Kepailitan.

Baca Juga :   Tim Serapan Anggaran dan Realisasinya Yang Melempem

Dalam bertugas kurator bekerja kepentingan harta atau budel pailit. Bisa dijelaskan soal fungsi ini?

Benar, tugas kurator sesuai dengan ketentuan pasal 69 ayat (1) UU Kepailitan adalah melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit (budel pailit). Jadi kurator bekerja untuk kepentingan harta pailit maksudnya, kurator dalam bekerja harus memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terkait dengan harta pailit, yaitu pihak debitur dan para kreditur, kurator harus independen.

Secara garis besar pekerjaan kurator terbagi menjadi dua tahap. Pertama, tahap pengurusan harta pailit dan tahap kedua adalah pemberesan harta Pailit. Pada tahap pengurusan, fungsi kurator lebih bersifat administratif, yaitu dimulai dengan pengamaman segala harta pailit, pencatatan semua harta pailit, mengumumkan putusan kepailitan dari pengadilan, menerima pendaftaran tagihan-tagihan dari kreditur. Lalu melakukan verifikasi tagihan-tagihan yang masuk termasuk pula melakukan penagihan terhadap pihak ketiga jika si debitur pailit masih ada tagihan terhadap pihak ketiga.

Sedangkan pada tahap pemberesan, pekerjaan kurator adalah melakukan eksekusi atau pencairan asset atau harta pailit melalui lelang maupun melalui penjualan di bawah tangan, kemudian melakukan pembagian hasil pencairan tersebut kepada para kreditur.

Saat ini berapa jumlah kurator yang ada di Indonesia?

Jumlah Kurator yang ada di di perkirakan sekitar 800-an orang yang tergabung di tiga organsiasi Kurator yaitu Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia(IKAPI) dan Humpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI) yang jumlah anggotanya 30 orang.

Untuk APKI sendiri saat ini ada berapa jumlah kuratornya?

Jumlah seluruh Kurator di Indonesia yang terdaftar di AKPI sampai dengan Agustus 2015 adalah 594 orang.

Nah, kenapa ada tiga organisasi atau asosiaso kurator yaitu, APKI, IKAPI, dan HKPI. Apa perbedaannya?

Awalnya dari saat UU Kepailitan di berlakukan tahun 1998. Saat itu lahir profesi kurator swasta, tepatnya tanggal 5 Agustus 1998 didirikanlah AKPI sebagai satu-satunyanya wadah para kurator. Namun, dalam perkajanannya beberapa anggota AKPI menyatakan diri keluar dan mendirikan IKAPI. Belakangan beberapa anggota IKAPI keluar juga dan membentuk HKPI. Semua izin praktek kurator di Kementerian Hukum dan HAM setelah calon kurator mengikuti pendidikan khusus dan lulus ujian yg diselenggarakan oleh asosiasi kurator. Izin kurator itu berlaku 5 tahun dan dapat di perpanjang kembali.

Kenapa fee kurator itu bisa sangat besar?

Hal ini juga diatur oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. 01 tahun 2013. Kalau di katakan besar, ya itu sangat relatif karena berdsarkan persentase besar atau tidaknya budel pailit. Besarnya fee kurator maksimal 8 persen dari nilai asset yang di jual oleh kurator dan dalam praktek, besarnya fee kurator berdasarkan penetapan pengadilan.

Jadi, pengadilan bisa mempertimbangkan berbagai faktor dalam menentukan nilai yang di berikan kepada kurator, sehingga tidak selalu maksimal 8 persen. Memang ada anggapan fee yang relatif besar diterima kurator, tapi sebenarnya sesuai dengan resiko yang dihadapi oleh kurator juga besar dalam menangani suatu perkara kepailitan.

Baca Juga :   Effendi Simbolon: "Soal TNI, Perlu Political Will Pemerintah"

Dalam pasal 72 UU Kepailitan diatur bahwa Kurator bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang mengakibatkan kerugian terhadap harta pailit  dan lamanya waktu untuk mengenai suatu perkara kepailitan tidak bisa di pastikan karena tergantung rumit tidaknya suatu perkara.

Anehnya, kurator juga tak diwajibkan melaporkan hartanya kepada PPATK. Kenapa bisa begitu?

Kurator kan hanya melakukan penjualan harta pailit dan membagikannya kepada para pihak yang berhak atau para kreditur. Siapa-siapa yang menjadi kreditur, sudah diverifikasi di pengadilan dalam rapat kreditur yang di pimpin hakim pengawas. Jadi kurator tidak dalam posisi yang terlibat dalam coorporate action atau tidak melakukan transaksi sebagaimana halnya advokat, notaris/PPAT, atau akuntan.

Untuk APKI sendiri kapan pula diadakannya pendidikan kurator serta apa persyaratan untuk mengikuti pendidikan tersebut?

Ada dua jenis pendidikan yang diadakan oleh AKPI, terdapat dua jenis. Pertama, pendidikan rekruitmen sebagai pendidikan yang wajib diikuti oleh para calon kurator. Tahapannya pendidikan sekitar dua minggu, ujian tertulis, dan ujian lisan.

Setelah seluruh tahapan tersebut diatas berhasil dilalui oleh para calon kurator, selanjutnya AKPI akan memberikan bukti kelulusan dalam pendidikan ini. Bukti kelulusan ini beserta persyaratan admiministrasi yang lainnya dikirimkan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan surat keputusan persetujuan menjadi kurator.

Lalu masuk pada pendidikan lanjutan sebagai pendidikan yang wajib diikuti oleh kurator. Hal ini sebagai salah satu syarat untuk mengajukan perpanjangan masa berlaku surat izin praktek kurator yang telah di keluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Artinya pendidikan lanjutan harus diikuti oleh para kurator yang masa berlaku surat izin praktek kurator dari Kementerian Hukum dan HAM yang dimilikinya akan segera habis. Karena untuk setiap surat izin praktek kurator memiliki masa berlaku sampai dengan lima tahun sejak tanggal diterbitkannya dan dapat diperpanjang kembali dengan syarat telah mengikuti pendidikan lanjutan yang oleh APKI diadakan dalam satu kali untuk setiap tahunnya.

Kemudian bisa dijabarkan sedikit, dalam lembaga atau bisnis keuangan, bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sistem kepailitan misalnya pada kasus PT Andalan Artha Advisido (AAA) Sekuritas?

Di Indonesia, OJK merupakan otoritas pengawas pasar modal menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) . Kasus pailit AAA Sekuritas ini sangat janggal, cukup menyita perhatian karena permohonan pailit ini diajukan oleh nasabah, bukan OJK. Padahal, Pasal 2 ayat 4 UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) menyatakan, dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh badan pengawas pasar modal. Lantas kenapa hakim tidak menerapkan pasal 2 ayat 4 UUK tersebut? Rasanya tidak mungkin hakim tidak paham UUK apalagi mereka terlebih dahulu di training terkait masalah kepailitan sebelum diangkat menjadi hakim niaga.